Gubernur Riau Abdul Wahid Masuk Daftar Skandal Dugaan Penerima Dana BI Dan OJK

Apakah Abdul Wahid pernah Duduk di komisi XI DPR RI?

Gubernur Riau Abdul Wahid Masuk Daftar Skandal Dugaan Penerima Dana BI Dan OJK
Foto : Gubernur Riau, Abdul Wahid dan Ketua Lembaga Pemantau Kebijakan Pemerintah dan Kejahatan di Indonesia (LPKKI), Feri Sibarani, SH, MH

PERSINVESTIGASI.COM - Indonesia dihebohkan oleh hasil temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Ada kerugian keuangan Negara sebesar Rp 28, 2 Triliun rupiah dari dana CSR BI dan OJK. Sejauh ini, KPK telah menetapkan 2 orang tersangka dari komisi XI DPR RI, Satori (Nasdem) dan Heri Gunawan (Gerindra). Menurut KPK, pihaknya menduga kuat mayoritas anggota komisi XI DPR RI terlibat, termasuk nama gubernur Riau, (Abdul Wahid) pun beredar sebagai penerima dalam daftar nama anggota DPR RI sebagaimana dilansir oleh media online Jakarta, MI. 11 Agustus 2025 lalu. 

Untuk lebih rinci tentang dugaan mayoritas anggota komisi XI DPR RI dimaksud kabarnya, sebanyak 44 Anggota Komisi XI DPR RI pun diduga menerima dana CSR BI OJK-OJK tersebut. Sebagaimana dicantumkan dalam berita media Jakarta MI, sebagai berikut:

Golkar

1. Kahar Muzakir

2. Melchias Markus

3. Zulfikar Arse Sadikin

4. Muhidin 

5. Puteri Anetta Komarudin

PDIP

1. Andreas Eddy Susetyo

2. Marsiaman Saragih

3. Musthofa

4. Prof. Hendrawan Supratikno

5. Eriko Sotarduga

6. Marinus Gea

7. I. G. A. Rai Wirajaya

8. Dolfie O. F. P.

9. Indah Kurnia

Gerindra

1. Heri Gunawan

2. H. Gus Irawan Pasaribu

3. Susi Marleny Bachsin

4. Novita Wijayanti

5. Jefry Romdonny

6. R. Imron Amin

7. Bahtra

8. Khaterine A. Oendoen

NasDem

1. Satori 

2. Fauzi Amro

3. Achmad Hatari

PKB

1. Bertu Merlas 

2. Ela Siti Nuryamah

3. Abdul Wahid

4. Fathan Subchi 

Demokrat

1. Marwan Cik Asan

2. Harmusa Oktaviani

3. Didi Irawadi

4. Vera Febyanthy

PKS

1. Hidayatullah

2. Junaidi Auly

3. Anis Byarwati

4. Ecky Awal Mucharam

5. Suryadi Jaya

PAN

1. Ahmad Najib Qodratullah

2. Jon Erizal

3. Achmad Hafisz Tohir

4. Ahmad Yohan

PPP

1. Wartiah

2. Amir Uskara 

Pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis malam, 7 Agustus 2025, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, KPK telah menetapkan dua orang sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait penggunaan dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dan Penyuluh Jasa Keuangan (PJK) dari tahun 2020-2023 tersebut.

Kedua tersangka adalah Heri Gunawan selaku anggota Komisi XI DPR periode 2019-2024 dari Partai Gerindra, dan Satori selaku anggota Komisi XI DPR periode 2019-2024 dari Partai Nasdem. 

"Di mana perkara ini bermula dari Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK dan pengaduan masyarakat. Bahwa setelah dilakukan penyidikan umum sejak Desember 2024, penyidik telah menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang cukup," kata Asep, dilansir oleh Jakarta MI. 

Dalam konstruksi perkaranya, Komisi XI DPR melaksanakan tugas dan wewenangnya memiliki beberapa mitra kerja, di antaranya BI dan OJK. 

Khusus terhadap BI dan OJK, Komisi XI DPR memiliki kewenangan tambahan, yaitu mewakili DPR memberikan persetujuan terhadap rencana anggaran masing-masing lembaga tersebut setiap tahunnya.

"Sebelum memberikan persetujuan dimaksud, Komisi XI DPR RI terlebih dahulu membentuk Panitia Kerja (Panja) yang didalamnya termasuk tersangka HG dan ST, untuk membahas pendapatan dan pengeluaran rencana anggaran yang diajukan oleh BI dan OJK," kata Asep.

Setelah Rapat Kerja Komisi XI DPR bersama pimpinan BI dan OJK pada November di setiap tahunnya, yakni tahun 2020, 2021, dan 2022, Panja melaksanakan rapat tertutup. 

"Dalam rapat terdapat kesepakatan antara lain, BI dan OJK memberikan dana program sosial kepada masing-masing anggota Komisi XI DPR RI, dengan alokasi kuota yaitu dari BI sekitar 10 kegiatan per tahun dan OJK sekitar 18 sampai dengan 24 kegiatan per tahun," jelas Asep.

Dalam rapat tertutup menghasilkan sejumlah kesepakatan, di antaranya sebagai berikut: 

1. BI dan OJK memberikan dana program sosial kepada masing-masing anggota Komisi XI DPR RI dengan alokasi kuota yaitu dari BI sekitar 10 kegiatan per tahun dan OJK sekitar 18 sampai dengan 24 kegiatan per tahun. 

2. Dana program sosial diberikan kepada anggota Komisi XI DPR RI melalui yayasan yang dikelola oleh anggota DPR Komisi XI. 

3. Teknis pelaksanaan penyaluran dana bantuan sosial dibahas lebih lanjut oleh Tenaga Ahli (TA) dari masing-masing anggota DPR Komisi XI dan pelaksana dari BI dan OJK dalam rapat lanjutan. 

Kemudian, rapat lanjutan dilakukan untuk membahas beberapa hal, di antaranya jumlah yayasan, teknis pengajuan proposal, teknis pencairan uang, dokumen laporan pertanggungjawaban (LPJ), serta alokasi dana yang diperoleh dari setiap anggota DPR RI Komisi XI per tahunnya. 

Setelah rapat panja, Komisi XI DPR RI akan melaksanakan rapat kerja terkait persetujuan rencana anggaran. Dari rapat ini, Heri Gunawan dan Satori melancarkan aksinya. 

Heri disebut menugaskan tenaga ahli, sedangkan Satori menugaskan orang kepercayaannya. Heri mengajukan 4 yayasan, sementara Satori mengajukan 8 yayasan. Namun, keduanya tidak melaksanakan kegiatan sosial seperti yang disyaratkan dalam proposal. Asep mengatakan, Heri Gunawan diduga menerima uang Rp 15,86 miliar. 

Politikus Partai Gerindra ini disebut meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai. 

Rincian uang yang diterima Heri sebanyak Rp 6,26 miliar dari BI melalui kegiatan PSBI, senilai Rp 7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, serta senilai Rp 1,94 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya. 

"HG (Heri Gunawan) menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, di antaranya pembangunan rumah makan, pengelolaan outlet minuman, pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat," katanya.

Sementara, Satori diduga menerima uang senilai Rp 12,52 miliar. Ia diduga melakukan pencucian uang dengan menggunakannya untuk keperluan pribadi. 

Dengan rincian, sejumlah Rp 6,30 miliar dari BI melalui kegiatan PSBI, senilai Rp 5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, serta sejumlah Rp 1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya. 

"Seperti deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, serta pembelian aset lainnya," katanya. 

Mayoritas Anggota Komisi IX disebut terima dana korupsi CSR BI

Perkara ini tidak berhenti di Heri dan Satori. Namun KPK mendalami dugaan bahwa mayoritas Anggota Komisi XI DPR menerima CSR dari BI dan OJK untuk periode 2020-2023. 

Dugaan tersebut didalami KPK berangkat dari pengakuan Satori yang menyebut sebagian besar anggota Komisi XI DPR juga menerima dana tersebut. 

"Bahwa menurut pengakuan ST (Satori), sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut. KPK akan mendalami keterangan ST tersebut," kata Asep. 

Atas hal ini, masyarakat netizen di berbagai akun medsos merespon dengan nada dan kalimat yang beragam, yang kesemuanya bernada mengecam dan mengutuki para pelaku korupsi dana CSR BI dan OJK itu, karena konon keberadaan DPR dan anggota DPR di Indonesia telah kian di tolak dan tidak lagi dipercaya oleh masyarakat luas, dimana seharusnya dana CSR adalah diperuntukkan bagi masyarakat luas, khususnya untuk meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia, ternyata justru dana-dana itu mengalir kepada para politikus dan pihak-pihak yang tidak berhak. 

Ketua Lembaga Pemantau Kebijakan Pemerintah dan Kejahatan di Indonesia (LPKKI), Feri Sibarani, SH, MH, pun angkat bicara dengan mengatakan, pihaknya sangat miris dan sekaligus murka kepada para politikus serakah dan yang hanya ingin merampok kekayaan negara itu. 

"Jujur kami sampaikan, berita ini benar-benar merobek-robek hati masyarakat Indonesia, terlebih pada situasi krisis ekonomi begini. Bagaimana mungkin, di Negara dengan konsep demokrasi, negara hukum, dengan lembaga penegak hukum yang sangat banyak, tetapi nyaris semua pejabat, baik di pusat apalagi di daerah sudah akut dengan perilaku korupsi. Ini sudah tidak ada obatnya. Presiden Prabowo diminta untuk dapat bertanggungjawab dengan kondisi ini. Negara ini seperti tidak ada pemimpin, seperti negara para MAFIA" Jelas Feri hari ini di Pekanbaru. 

Disisi lain, terkait adanya nama gubernur Riau, Abdul Wahid dalam daftar terduga ikut menerima uang hasil korupsi dana CSR BI dan OJK itu, sebagaimana dilansir sejumlah media, termasuk media online Jakarta MI, pada 11 Agustus 2025, Feri Sibarani makin merasa bahwa Indonesia sudah pada titik nadir dan situasi yang sangat gawat. 

"Kita sangat kaget ya, membaca ada nama gubernur Riau, Abdul Wahid dalam daftar terduga penerima dana hasil korupsi CSR BI dan OJK itu, yang di kirimkan ke kami, bahwa media Jakarta MI ada mencantumkan nama Abdul Wahid dari fraksi partai PKB sebagai penerima. Kami kaget, karena setahu kita beliau ada di komisi VII, membidangi energi, riset dan teknologi, dan pernah di Banleg. Namun pertanyaan kami, mengapa nama Wahid masuk dalam daftar di media Jakarta MI itu?" Kata Feri Sibarani. 

Menurutnya, agar tidak simpang siur dan tidak menjadi bahan pergunjingan yang tidak baik, sebaiknya Gubernur Riau, Abdul Wahid, dalam waktu secepatnya harus memberikan respon yang jelas dan tegas dan meyakinkan kepada masyarakat Indonesia, khsususnya masyarakat Riau. 

"Disisi lain, kita juga bertanya-tanya, apakah Abdul Wahid pernah duduk di komisi XI DPR RI? Lantas kalau berita itu sumbernya tidak valid, mengapa Abdul Wahid tidak segera merespon, bahkan harusnya dapat menempuh jalur hukum, demi memulihkan nama baiknya, konon saat ini duduk sebagai Gubernur Riau " Ujar Feri. 

Ia juga meminta agar KPK tidak sekedar membuat sensasi di media sosial dan media mainstream lainnya. Jika benar ada dugaan pelibatan mayoritas anggota komisi XI DPR RI, dalam skandal CSR BI dan OJK dari hasil pendalaman penyidik KPK, jangan cuma omon-omon, langsung tangkap dan periksa sesuai dengan perintah undang-undang" Tegas Feri. 

Sumber: Media Online/LPKKI